Minggu, 02 April 2023

Twitter

Ada dua jejaring sosial yang digandrungi saat ini, setidaknya di Indonesia: Twitter dan Facebook. Twitter diciptakan Jack Dorsey, sementara Facebook Mark Zuckerberg. Keduanya masih muda dan kemudian kaya raya.

Di Facebook, hubungan satu akun dengan lainnya, dinamakan berteman, sementara di Twitter, adalah ikut-mengikuti. Tulisan ini bercerita tentang hubungan pengikut dan yang diikuti di Twitter.

Di Twitter, akun yang mengikuti disebut follower, yang diikuti following. Kata ikut, dalam kamus online berarti: 1) menyertai orang bepergian (berjalan, bekerja, dsb); turut; serta; 2 melakukan sesuatu sebagaimana dikerjakan orang lain.

Saya menduga, dalam ikut-mengikuti, terdapat hubungan yang tidak setara. Yang diikuti lebih tingi derajatnya daripada pengikut.

Tentang kata “pengikut”, tiba-tiba di tempurung kepala saya melintas sejarah Nabi Muhammad. Sejarah itu menceriritakan bahwa “pengikut” Muhammad mula-mula hanya beberapa orang. Lambat-laun bertambah banyak. Tentu saja itu kerja keras tak kenal lelah menyampaikan risalah kenabiannya. Dalam waktu 23 tahun, pengikutnya melampaui jazirah Arab. Ketika dia wafat, pengikutnya terus menyebarkan ajarannya. Mereka berani berperang, bahkan mati untuk memperjuangkannya.

Selain itu, setidaknya, ada dua hal lain tentang keberhasilannya, pertama, dia keturunan bangsawan Quraisy. Menurut Khalil Abdul Karim, Muhammad telah dipersiapkan leluhurnya, Qushay, untuk menguasai Madinah. Perlu dipertimbangkan pula ia dibimbing Gusti Allah.

Antara Muhammad dan pengikutnya jelas beda derajatnya. Dalam syair yang pernah saya dengar, Nabi bagaikan batu intan dicari banyak orang, disimpan di tempat tersembunyi, mahal harganya, sementara pengikutnya (umatnya), hanya batu kali untuk melempar anjing, atau sesekali jadi fondasi untuk rumah. Tak diingat-ingat lagi. Berlipat-lipat perbedaannya.

Dari kisah ini, saya ingin menunjukan bagaiman rumus pengikut dan mengikuti di Twitter.

Di Twitter, akun yang “intan” akan diikuti banyak akun. Intan di sini artinya akun yang dimiliki nama terkenal misalnya artis, politisi, pejabat, intelektual, hartawan atau yang lainnya. Intinya memiliki prestise atau prestasi. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan dengan kerja keras. Sering-seringlah ngetwitt! Barangkali ada follower satu akun yang diikuti yang nyantol. Untuk yang satu ini, ngetwitt harus harus bermutu, bernas, unik dan ah, pokoknya menarik begitulah.

Itu karena ada hukum umum yang berlaku dalam Twitter, orang yang diikuti belum tentu mengikuti. Ya, namanya juga ikut-mengikuti. Dari sini bisa dilihat bagaimana “kedigjayaan” satu akun dibanding yang lainnya. Seorang publik figur akan diikuti banyak akun, sementara dia hanya mengikuti beberapa akun saja. Itu pun harus sederajat dengan dia, teman dekat, atau keluarga. Di luar itu, kemungkinannya kecil -untuk mengatakan jangan berharap.

Meski pada praktiknya antara akun pengikut dan diikuti bersahut-sahutan dengan setara bagai sahabat sepenongkrongan, tapi tetap akun “digjaya” malas jadi follower balik. Mungkin dia bertanya, buat apa? Atau elo siapa? Dan motif-motif lain; tak ada waktu, tak penting, lupa dan motif-motif lain.

Hubungan semacam ini, entah kenapa saya ingat kata “senioritas”, “feodal” dan entah apalagi. Untung saya ingat cumadua kata ini. Mudah-mudahan saya salah! Sekali lagi pasti saya salah! Tak ada hubungannya dengan Twitter!

Selain itu, jejaring yang katanya sosial ini ternyata kadang asosial juga. Saya pernah berkumpul sama orang yang gemar ngetwitt, mereka membicarakan topik-topik hangat, kejeniusan satu akun bermain kata yang genius, indah dan melumpuhkan. Meski pemilik akun itu tak dikenal, entah dimana adanya, tapi begitu dekat, seperti urat yang membelit di leher. Sementara ia lupa ada makhluk masih beraga dan bernyawa di hadapannya: saya!

Saya hanya menelan ludah saja, serasa leher ini dicekik jin iprit. Dan saya jadi merasa tak berdaya, ketinggalan zaman, dan bersalah, kenapa tidak rajin mengikuti para “digjaya” di Twitter. Mudah-mudahan hanya saya yang mengalami, siapa pun, moga-moga tak pernah merasakannya. Barangkali saya lebay? Ah, bukankah lebay, sedang digandrungi. Sesekali saya minta izin untuk berlebay ria.

Tapi jangan salah, jejaring sosial yang pergerakannya cepat ini, banyak manfaatnya pula. Ia hanyalah alat. Dan alat, akan berfungsi, bernilai, menggedor, tergantung di tangan siapa. Pisau kecil yang jelek akan berbahaya jika di tangan Li Sun Hoan. Tapi kapak Naga Geni 212 tak berarti apa-apa di tangan bayi.

27 September 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar