Jika pertanyaan di judul ini diajukan kepada saya saat ini, baik siang dan malam, sebelum makan atau setelahnya, saya akan menjawabnya tidak tahu. Berani sumpah, tidak tahu yang sungguhan. Saya tidak main-main dalam hal ini. Langit dan bumi saksinya.
Namun, ketidaktahuan saya ada catatannya, yaitu jika lambada mengacu kepada lidah. Kalau disangkutkan dengan pendengaran, insyaallah lebih dari sekadar tahu, bahkan sedikit hafal karena saya mendengarnya entah berapa ratus kali. Dan memang nikmat. Saya mengakuinya lahir batin.
Lambada yang dikaitkan dengan pendengaran adalah salah satu lagu dangdut yang dipopulerkan Erna Sari, penyanyi saya kenal pertama kali lewat lagu Melati di tahun 90-an. Saya kutip sebagian lirik yang berjudul Kopi Lambada tersebut di sini:
Dengar musik lambada/Aromanya asmara/Yang membangkitkan gairah cinta/Ku tak ingin berpisah/Denganmu ha jejeaka/Yang menawarkan kopi lambada/Ho kasihku/Aku jatuh cinta/Oh asyiknya/Dia balas cinta/Pegang tanganku/Genggamlah/Dan janga kaupelaskan/Peluk diriku/Dekaplah/Dan jangan kaulepaskan
Ada beberapa versi tentang lirik lagu tersebut. Entah yang mana paling mula. Saya tidak tahu. Jika di konser dangdut, penyanyi kadang mengubah liriknya. Jika lelaki, kata lelaki akan diubah dengan gadis. Begitu sebaliknya. Ini sudah bener!
Dari lirik tersebut, dua kali disebut lambada. Pertama mengacu kepada musik. Bagaimana musik lambada tersebut? Saya tidak tahu. Di lirik selanjutnya, lambada disebut dengan dikaitkan dengan kopi. Bagaimanakah rasanya? Saya tidak tahu. Apa seperti kopi instan? Semoga saja tidak! Dan apakah ada hubungannya dengan demo 4 November dan 25 nanti. Saya tidak tahu lahir batin.
Jakarta, November 2016
Namun, ketidaktahuan saya ada catatannya, yaitu jika lambada mengacu kepada lidah. Kalau disangkutkan dengan pendengaran, insyaallah lebih dari sekadar tahu, bahkan sedikit hafal karena saya mendengarnya entah berapa ratus kali. Dan memang nikmat. Saya mengakuinya lahir batin.
Lambada yang dikaitkan dengan pendengaran adalah salah satu lagu dangdut yang dipopulerkan Erna Sari, penyanyi saya kenal pertama kali lewat lagu Melati di tahun 90-an. Saya kutip sebagian lirik yang berjudul Kopi Lambada tersebut di sini:
Dengar musik lambada/Aromanya asmara/Yang membangkitkan gairah cinta/Ku tak ingin berpisah/Denganmu ha jejeaka/Yang menawarkan kopi lambada/Ho kasihku/Aku jatuh cinta/Oh asyiknya/Dia balas cinta/Pegang tanganku/Genggamlah/Dan janga kaupelaskan/Peluk diriku/Dekaplah/Dan jangan kaulepaskan
Ada beberapa versi tentang lirik lagu tersebut. Entah yang mana paling mula. Saya tidak tahu. Jika di konser dangdut, penyanyi kadang mengubah liriknya. Jika lelaki, kata lelaki akan diubah dengan gadis. Begitu sebaliknya. Ini sudah bener!
Dari lirik tersebut, dua kali disebut lambada. Pertama mengacu kepada musik. Bagaimana musik lambada tersebut? Saya tidak tahu. Di lirik selanjutnya, lambada disebut dengan dikaitkan dengan kopi. Bagaimanakah rasanya? Saya tidak tahu. Apa seperti kopi instan? Semoga saja tidak! Dan apakah ada hubungannya dengan demo 4 November dan 25 nanti. Saya tidak tahu lahir batin.
Jakarta, November 2016
Lambada nama sebuah desa di Banda Aceh yang terkenal penghasil kopi nikmat
BalasHapusSangat setuju
BalasHapus