Sekarang mirip buaya lapar, menganga di tepi kali. Barangkali ada calon mangsa yang mendekat. Tapi bukan pula buaya karena mulutnya tidak di kepala, melainkan di sebelah kiri perutnya. Dua jumlahnya.
Bus 510!
Sekarang mirip buaya lapar, menganga di tepi kali. Barangkali ada calon mangsa yang mendekat. Tapi bukan pula buaya karena mulutnya tidak di kepala, melainkan di sebelah kiri perutnya. Dua jumlahnya.
Bus 510!
Malam ini, untuk kedua kalinya saya berjumpa sastrawan besar asal Madura, Si Celurit Emas, Zawawi Imron. Dia ke Jakarta atas undangan RRI untuk membaca puisi dan orasi kebudayaan menjelang buka puasa sore nanti, Senin, (14/08).
Beberapa waktu lalu, saya pernah ketemu penulis antologi puisi Kelenjar Laut ini. Ia ke Jakarta dalam acara serupa di TIM. Sebelum pulang, ia dibelokan Hamzah Sahal ke Ciputat.
Mendapat kabar ini, sahabat-sahabat Ciputat langsung gegap-gempita, bergerak untuk menjamunya. Jamuan kepada sastrawan adalah menimba semangat atas kreativitasnya, mengapresiasi karya-karyanya dan mempertemukannya dengan sastrawan lain. Diundanglah Yanusa Nugroho, penulis novel Di Batas Angin, dan AS Laksana, Bidadari yang Mengembara.
Ada dua jejaring sosial yang digandrungi saat ini, setidaknya di Indonesia: Twitter dan Facebook. Twitter diciptakan Jack Dorsey, sementara Facebook Mark Zuckerberg. Keduanya masih muda dan kemudian kaya raya.
Di Facebook, hubungan satu akun dengan lainnya, dinamakan berteman, sementara di Twitter, adalah ikut-mengikuti. Tulisan ini bercerita tentang hubungan pengikut dan yang diikuti di Twitter.
Di Twitter, akun yang mengikuti disebut follower, yang diikuti following. Kata ikut, dalam kamus online berarti: 1) menyertai orang bepergian (berjalan, bekerja, dsb); turut; serta; 2 melakukan sesuatu sebagaimana dikerjakan orang lain.
Sejak usia dini, Gus Dur gemar membaca buku. Buku apa saja. Dan menyangkut ilmu apa saja. Tak heran kalau ia pandai. Dan kritis.
“Saya kira banyak sekali orang yang bisa pandai dari membaca buku. Tidak hanya Gus Dur. Yang lebih kritis juga tidak kurang-kurang. Tapi untuk apa pandai dan kritis itu? Kalau nggak kuat, bisa minterin orang. Jadi fitnah. Pinter nggak ada gunanya. Nyolong ora ketok nyolong, ya pinter,” jelas kang Sobary pada peluncuran Pojok Gus Dur di gedung PBNU lantai 8 pada Ahad, 07/08 petang.
Hadir pada kesempatan itu sahabat-sahabat Gus Dur yang lain; Adi Massardi, Musdah Mulia, Budi Tanuwibowo, Muslim Abdurahman, dan Danarto.