Minggu, 28 Agustus 2022

Seorang Teman yang Ingin Membunuh Sheriff


Sekitar 2005, saya memergoki seorang teman, Abi Setyo Nugroho, menyanyikan I Short the Sheriff. Tak hanya sekali. Saya pernah boncengan di motornya. Sambil pegang stang motor dalam kecepatan 60 km per jam ia berteriak 

I shot the sheriff, but I didn't shoot no deputy, oh no, oh

I shot the sheriff, but I didn't shoot no deputy, ooh, ooh, ooh

Dalam kondisi seperti itu, saya merasa rawan karena 2 hal: takut kecelakaan dan tak tahu makna lagu itu. 

Ia sepertinya hafal betul lagu itu secara keseluruhan. Kenapa saya sebut sepertinya? Karena saya tak punya kapasitas untuk memastikannya. Saya hanya tahu judulnya saja. Kalaupun dia seolah-olah nyanyi dengan lirik yang keliru, saya tak akan tahu. Kalau ia hafal sebagian pun, saya tak bisa menjadi hakim yang mengadilinya. 

Lepas dari itu, saya heran kenapa ia hanya menyanyi lagu itu saja seolah Bob Marley tak menciptakan No Women No Cry, Sun Is Shining, Exodus, Rastaman, I’m Still Waiting, Cry to Me, Jamaica Rum, dan yang lain. 

Karena tak pernah bertanya soal itu, jadi saya tak pernah tahu. Karena itulah, saya tak berani menyimpulkan. 

Lalu kenapa dan untuk apa dia hafal lagu itu? 

Saya memang tak sempat membentuk tim melibatkan banyak pihak untuk melakukan scientific investigation. Namun, diam-diam pernah mencari tahu terjemahan lagu itu. Mohon maaf harus membeberkan rahasia, saya akhirnya sowan ke Google, barangkali ada pihak yang pernah menerjemahkannya. 

Ternyata ada yang berbelas kasihan. Dari sebuah situs, saya akhirnya tahu ternyata lagu itu berisi tentang seseorang yang menembak seorang sheriff. 

Siapakah sheriff itu? Ketika saya cari tahu di Google juga, ternyata sebuah jabatan kepolisian di sana yang setingkat kapolres di sini. Tahu kan kapolres?   

Saya menduga, jangan-jangan Abi Setyo Nugroho adalah aku dalam lagu itu. Ia menyukainya, lalu menghafalnya karena memiliki dendam pribadi kepada sheriff. 

Dengan menyanyikannya ia merasa telah membunuhnya. Tak hanya sekali karena setiap menyanyikannya, ia akan membunuhnya lagi. Jadi ia bisa merasakan, menghayati, dan mengamalkan pembunuhan terhadap sheriff di kamar mandi, di meja makan, dan bisa jadi di mimpinya.  

Dugaan selanjutnya, terkait motif. Memang ada seseorang yang tak memiliki motif dalam bertindak, bukan? Namun, kali ini saya anggap dia memiliki motif sampai harus membunuh sheriff itu. 

Bisa jadi, dia dendam karena sheriff itu sering menggoda mantan calon pacarnya, merekayasa sejumlah kasus, melindungi mafia dan preman, menjadi kaisar judi konsorsium 303, merencanakan dan menjadi otak pembunuhan seseorang. 

Bisa jadi juga sheriff itu pernah melipat salah satu halaman pada buku miliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar