Senin, 17 April 2017

Zakir Naik ke Bekasi, Teman Saya Malah ke Ciputat

Apa atau siapa Zakir Naik? Saya tidak tahu dan tidak mau tahu. Kalau manusia, dia sama saja dengan saya, ciptaan Allah, bukan? Sepanjang apa pun jenggotnya, dia tetap makhluk Allah. Makan, minum, berkeringat, dan boker tentunya. Apa bedanya dengan tetangga saya, Bang Nasir, tukang angkut galon isi ulang itu, bukan?

Justru yang jadi soal adalah kalimat teman saya di grup Watshapp ketika mengaitkan dengan Zakir Naik.

“Zakir Naik ke Bekasi lho, Abang malah ke Ciputat!”

“Bangkek!”

Teman saya yang orang Bekasi hanya menulis kata itu. Tak lebih, tak kurang. Heran sungguh heran kenapa reaksinya hanya kata itu. Bukankah ada banyak kata lain yang ditawarkan kamus bahasa Indonesia dari A sampai Z. Misalnya, bisa saja dia bereaksi, “anus” atau “aduh” atau “zakar” dan lain-lain. Namun, dia memilih “bangkek”.

Karena tidak tahu duduk perkaranya, maka saya diam saja. Tak mau saya ikut campur urusan yang saya tidak tahu hitam atau putihnya.

Diam-diam, saya menuliskan “Zakir Naik” di Google. Saya mendapatkan data seperti ini:

Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang da'i, pembicara umum, dan penceramah internasional Muslim dari India. Ia juga penulis hal-hal tentang Islam dan Ilmu Perbandingan Agama. 
Lahir: 18 Oktober 1965 (51 tahun), Mumbai, India
Kebangsaan: India
Agama: Islam
Pasangan: Farhat Naik
Anak: Rushda Naik, Fariq Zakir Naik

Allahu akbar, ternyata dia seorang da’i dari India. Bukan orang sembarangan rupanya. Dia ahli bicara yang tentunya dekat dengan mikropon. Entah berapa ribu kali dia memegang mikropon? Entah berapa kali ludahnya muncrat di mikropon? Allahu akbar!

Namun, dari data itu, saya masih bingung atas reaksi teman saya di grup Watshapp itu. Kenapa harus “bangkek”? Apa artinya ini? Apa arti kata itu sudah berubah di kamus yang terbaru tahun 2017. Misalnya menjadi subhanallah atau keselamatan untuknya.

Baiklah, sebagai pengobat penasaran, saya periksa KBBI saja. Ketika saya tulis “bangkek”, ternyata tak ada entri yang sesuai. Saya coba membuang huruf paling akhir. Saya hanya menemukan keterangan “Maaf, tidak ditemukan kata yang dicari. Anda mencari kata bangke dalam huruf kapital BANGKE."

Saya tidak putus asa. Saya kemudian mengganti dua huruf akhir “ek” menjadi “ai”. Kemudian saya mendapatkan penjelasan seperti ini: bangkai1/bang•kai/ n 1 tubuh yang sudah mati (biasanya untuk binatang): -- anjing; 2 barang yang telah tua dan rusak: -- kapal; -- mobil;menjemur -- ke atas bukit, pb memperlihatkan cela (air, cacat) sendiri; ada -- ada hering, pb jika ada perempuan lacur, banyak laki-laki yang datang.

Apakah ini yang dimaksud teman saya itu? Ah, mana mungkin. Saya makin bingung. Namun, kemudian saya mendapat sedikit penjelasan berdasarkan praduga. Begini, Zakir Naik seorang da'i, penceramah dari India. Dia datang ke Bekasi. Teman saya yang tinggal di Bekasi, ketika Zakir Naik datang, ia malah ke Ciputat.

Pertanyaannya adalah, kenapa orang yang begitu bukan sembarangan datang, teman saya malah pergi?

Kesimpulan sementara saya, teman saya itu menghindari Zakir Naik. Kenapa menghindar? Kesimpulan sementara saya berdasar praduga juga. Teman saya yang di Bekasi itu, barangkali, tanpa sepengetahuan saya telah diam-diam menjadi da’i juga. Kedatangan da’i dari daerah lain, apalagi negara jauh ke kampung halamannya adalah sungguh hinaan bagi teman saya. Sebagai reaksinya, dia pergi ke Ciputat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar