Sabtu, 15 April 2017

Rahasia Suami Minum Susu Khusus Ibu Hamil

Ini terjadi di negara awak. Para koruptor e-KTP diseret KPK. Novel Baswedan disiram air keras. Rakyat hanya bisa mengutuk gemas. Ada juga yang sibuk kampanye SARA dan mencaci calon gubernur anu. Ada yang sibuk mengkafirkan tetangganya sembari mencari siasat mengubah bentuk negara. Berseru Allahu akbar sambil angkat pentung. Lalu tengok di negara lain. Suriah makin panas. Korea Utara dan Korea Selatan tegang.

Bagaimana dengan awak sendiri? Awak justru harus menyeruput susu ibu hamil. Padahal awaklah yang menghamili.

“Kalau kamu tidak minum duluan, aku tidak akan minum!” ancam istri saya.

“Kenapa aku harus minum?”

“Karena janin ini milik berdua! Curang jika aku minum sendiri.”

“Tak ada faidahnya jika aku minum.”

“Ada.”

“Apa?”

“Aku senang melihatmu minum susu hamil. Jika aku senang, janinnya juga senang. Itu kan bagus buat perkembangannya. Kalau bagus perkembangannya, masa kamu tidak senang? Kalau tidak senang, itu harus dipertanyakan. Itu berarti ada faidahnya, kan?!”

Sungguh aku tak bisa berkata-kata lagi. Logika semacam itu tidak pernah aku pelajari di bangku sekolah bertahun-tahun baik formal maupun nonformal.

Lalu aku bertanya dalam hati, apakah bapaknya Albert Einstein juga meminum susu hamil yang seharusnya diminum istrinya? Jangan jauh-jauh, apakah ayah BJ Habibie juga begitu? Ayah Gus Dur juga? Jangan-jangan memamg begitu?

Saya sama sekali belum pernah mendapatkan informasi tentang kebenaran hal itu baik dari mulut orang gila atau pemuka agama mana pun. Juga tidak mendapatkannya dari rakyat kebanyakan. Tidak pernah. Jangan-jangan semua orang menyembunyikan informasi itu. Padahal diam-diam para suami meminum susu hamil. Kalau begitu, SBY juga melakukannya. Jokowi. Kim Jong Un. Donald Trump. Hitler. Kecuali mungkin para kasim dan orang-orang yang memilih hidup selibat.

Aku pun meminumnya. Seminum-minumnya sembari disaksikan senyum kemenangan istri saya. Tidak banyak memang. Hanya sekali tegukkan. Tapi namanya minum, tak dapat masuk ke liang lain, selain tenggorokan, lalu terseret ke perut. Entah bagaimana nasibnya di perut? Aku tak bisa membayangkannya.

Jadi begitulah saya, ketika para koruptor e-KTP diseret KPK; ketika Novel Baswedan disiram air keras; orang lain sibuk kampanye SARA dan mencaci calon gubernur beda agama; orang lain sibuk mengkafirkan tetangganya sembari mencari siasat mengubah bentuk negara; orang lain berseru Allahu akbar sambil angkat pentung; saya meminum susu khusus ibu hamil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar