Jumat, 02 September 2016

Memang Kenapa Kalau Bule Doyan, Luna Maya?

“Tuh.., bule aja doyan…” kata Luna Maya dalam iklan kopi ABC ketika seorang bule menyeruput habis secangkir kopi.

Sahabat saya merasa tidak nyaman dengan iklan ini. Katanya dia sampai susah buang air besar selama seminggu gara-gara iklan itu. Dalam hati, saya menyumpahinya semoga dia tidak nyaman dengan selamanya. Amin.

Dia berkomentar, “Iklan ini berbau rasis!”

Saya kira, iklan ini bukan “bau” lagi, tapi memang “benar-benar” rasis!

Bule, berarti orang yang berkulit putih, orang dari belahan Eropa, meski sekarang tidak selalu. Lawan kata bule adalah kulit hitam. Perbedaan ini kenyataannya tidak setara. Orang berkulit putih dianggap lebih baik dan cantik. Sementara kulit hitam sebaliknya. Di iklan-iklan kecantikan, selalu menghadirkan perempuan berkulit putih. Kita tak pernah mendengar cream penghitam wajah.

Bagaimana kulit sawo matang? Seperti warna hitam, kulit jenis ini juga tidak disebutkan dalam iklan ini. Eksklusi ini sangat merugikan. Dengan menggunakan kalimat “bule aja doyan”, iklan ini menyembunyikan kalimat lain “yang sawo matang tentu harus doyan juga!”

Kemudian kalimat tersebut menginginkan kalimat-kalimat lain pula: “Kalau si sawo matang nggak doyan, berarti tidak tahu selera! Bule itu makhluk beradab, modern, rasional. Ikutilah selera bule! Jika tidak suka, berarti si sawo matang belum (tidak) beradab, modern, dan rasional.

Konon, karena tidak beradab ini, bule “berkewajiban” untuk memberadabkan si sawo matang. Memberdabkan adalah penghalusan dari menjajah.

Sebenarnya, kopi ABC tidak ada hubungannya dengan warna kulit. Ini hanya akal-aklan si pembuat iklan yang sengaja mengait-kaitkan. Begitu pula, kopi ABC tidak ada hubungannya dengan penjajahan. Ini cuma akal-akalan saya. Akal-akalan ini berawal dari ketidaknyamanan sahabat saya tadi.

Dari ketidaknyamanannya, saya bertanya, kenapa pembuat iklan itu “sampai hati” membuat iklan demikian? Apakah ide iklan itu tiba-tiba saja turun dari langit tanpa ada asbab nuzulnya?

Mesti diingat, si pembuat iklan adalah sawo matang yang pernah dijajah bule ratusan tahun. Penjajah, kata Ashis Nandy, pada tahap pertama, ingin menguasai wilayah. Tahap kedua, penaklukan pikiran dan budaya.

Kalau tahap pertama menggunakan tentara dan senjata, tahap kedua menggunakan sarjana dan wacana. Karena itulah, “kebulean” ada dimana-mana, masuk dalam struktur, cara berpikir, gaya hidup dan selera.

Jangan heran jika ada si sawo matang mengidentikkan diri sebagai bule dan mempertu(h)ankannya. Sangat kentara sekali bagaimana iklan ini beraroma demikian.

“Tuh, bule aja doyan...”


Sedap Malam, 17 April 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar