Minggu, 28 Agustus 2022

Seorang Teman yang Ingin Membunuh Sheriff


Sekitar 2005, saya memergoki seorang teman, Abi Setyo Nugroho, menyanyikan I Short the Sheriff. Tak hanya sekali. Saya pernah boncengan di motornya. Sambil pegang stang motor dalam kecepatan 60 km per jam ia berteriak 

I shot the sheriff, but I didn't shoot no deputy, oh no, oh

I shot the sheriff, but I didn't shoot no deputy, ooh, ooh, ooh

Dalam kondisi seperti itu, saya merasa rawan karena 2 hal: takut kecelakaan dan tak tahu makna lagu itu. 

Ia sepertinya hafal betul lagu itu secara keseluruhan. Kenapa saya sebut sepertinya? Karena saya tak punya kapasitas untuk memastikannya. Saya hanya tahu judulnya saja. Kalaupun dia seolah-olah nyanyi dengan lirik yang keliru, saya tak akan tahu. Kalau ia hafal sebagian pun, saya tak bisa menjadi hakim yang mengadilinya. 

Senin, 22 Agustus 2022

Bukan tentang Brigadir J. dan Bukan tentang Musik


Saya menyukai beberapa jenis musik, mulai dangdut, pop, rock, keroncong, hingga reggae. Tentang kesukaan yang disebut terakhir ini, saya terpengaruh teman saya, Pagar Dewo, ketika sama-sama ngekos di Instalasi, Ciputat pada sekitar 2012 sampai 2013. 

Saat itu, ia hampir tiap hari memutar lagu-lagu Bob Marley seperti Sun Is Shining, Exodus, Rastaman, I’m Still Waiting, Cry to Me, Jamaica Rum, dan lain-lain. Alat pemutar musiknya adalah sebuah komputer berwarna putih yang menjelma agak krem dengan hard disk, kalau tak salah ingat, hanya berkapasitas 16 gb. Namun, sound-nya lumayan bagus, tapi lupa merknya. 

Ia juga menyukai karya pemusik reggae Tanah Air, di antaranya Tony Q. Rastafara. Maka tak heran, ia sering memutar Tertanam, Om Funky, Ngayogjakarto, dan lain-lain. Saya kemudian suka salah satu lagunya, Paris van Java.