Minggu, 04 September 2016

Tanjakan Mak Acih

Sudah lama saya tidak pulang kampung. Kangen rasanya. Kangen di atas kangen. Kangen kuadrat.Tanah kelahiran, tumpah darah, terus melakat.......

Di pelupuk mata, terlihat jelas liku-liku jalan pulang; bus melewati di depan toko-toko, tiang listrik, pohon mahoni, pom bensin, papan reklame, spanduk dan bendera partai, gambar caleg...,
Naik angkot melewati gunung kapur, pepohonan yang ditebang, kebun yang jadi pemukiman...,

Lalu naik ojek melewat kebun karet dan pesawahan. Kemudian melewati tanjakan Mak Acih! Ya, tanjakan tajam dan curam. Tukang ojek yang tidak biasa, bisa jatuh ke jurang. Tapi dibalik kengeriannya, tersimpan cerita yang unik. Tak kuat menahan ketawa kalau saya ingat asal-usul nama tanjakan itu.

Konon, sehabis belanja di pasar, Mak Acih naik ojek debutan. Karena belum terbiasa, ia terjatuh bersama tukang ojek itu. Belanjaannya bercerai-berai. Motornya terlempar. Suatu peristiwa tak terduga pun terjadi: tubuh tukang ojek menimpa tubuh Mak Acih. Beberapa saat keduanya dalam posisi seperti itu.

“Ngeng...ngeng...ngeng...,” suara motor bodong Yamaha 4 tak hendak menanjak. Kemudian berhenti seketika karena kaget akan insiden di hadapaannya. Hampir saja dia juga terjatuh. Kemudian dia mengevakuasi Mak Acih dan tukang ojek itu.

Tanjakan itu kemudian disebut “Tanjakan Mak Acih”. Mulanya hanya nama tak resmi di kalangan tukangan ojek. Tapi lama kelamaan terkenal ke khalayak hingga ke luar kampung. Sudah beberapa orang terjatuh di tanjakan itu. Tapi tak bisa menggugat nama Mak Acih....

Tanah kelahiran semakin mendekat. Tumpah darah semakin melakat.......


Sedap Malam, April 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar