Cinta kadang begitu sederhana dan ekspresinya pun sederhana pula. Bagi orang yang menganggapnya sederhana, cinta tidak dengan kata "sayang" atau i love you atau yang lainnya seperti yang diceritakan dalam novel atau film-film romantis.
Sapardi Joko Damono pernah menulis puisi yang sangat terkenal. Saking terkanalnya, hingga dikutip banyak orang di surat undagan, dijadikan nyanyian, dan sekarang aku mengutipnya pula.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Doel Sumbang dalam lagu berjudul Na...na...na...., judul yang sederhana, bercerita cinta:
Na…na…na…adalah senandung khasmu/Yang biasa mengalun lewat suaramu/Untuk aku/Katamu hanya untukku/Lain pria tak dapat senandung itu
Ekspresi semacam ini mengingatkanku pada sebuah cerpen karya Budi Darma yang berjudul Derabat. Apa artinya derabat? Akan sia-sia jika kita membuka kamus atau ensiklopedi mana pun karena memang kata itu tidak pernah ada.
Dalam cerpen itu dikisahkan tentang desa yang didatangi seorang pemburu bernama Matropik. Ternyata dia seorang pemburu yang rakus. Binatang-binatang diburunya tiap ada kesempatan. Akhirnya binatang itu habis.
Tentu saja sifatnya tidak disukai penduduk. Apalagi ketika mereka mengetahui pemburu itu sering mengajak pemuda-pemuda untuk berjudi, mabuk-mabukkan dan menggoda perempuan.
Kemudian cerpen itu mengisahkan seorang sais pedati di desa itu. Pekerjaannya, setiap malam mengantar ikan-ikan segar dari pelabuhan ke pasar-pasar. Selama perjalanan, dia sering membagi-bagi ikan untuk burung-burung yang ia lewati di hutan.
Namun, suatu malam, ketika melewati hutan, dia tak menemukan burung-burung itu. Dia justru bertemu burung yang melemparkan ikan-ikannya sepanjang jalan yang akan dilewati.
Sais itu memaki: derabat!
Apakah cinta itu sederhana? Aku jadi ingat pada seorang perempuan dalam cerita Seno Gumira Ajidarma. Demikian kata perempuan itu:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Doel Sumbang dalam lagu berjudul Na...na...na...., judul yang sederhana, bercerita cinta:
Na…na…na…adalah senandung khasmu/Yang biasa mengalun lewat suaramu/Untuk aku/Katamu hanya untukku/Lain pria tak dapat senandung itu
Ekspresi semacam ini mengingatkanku pada sebuah cerpen karya Budi Darma yang berjudul Derabat. Apa artinya derabat? Akan sia-sia jika kita membuka kamus atau ensiklopedi mana pun karena memang kata itu tidak pernah ada.
Dalam cerpen itu dikisahkan tentang desa yang didatangi seorang pemburu bernama Matropik. Ternyata dia seorang pemburu yang rakus. Binatang-binatang diburunya tiap ada kesempatan. Akhirnya binatang itu habis.
Tentu saja sifatnya tidak disukai penduduk. Apalagi ketika mereka mengetahui pemburu itu sering mengajak pemuda-pemuda untuk berjudi, mabuk-mabukkan dan menggoda perempuan.
Kemudian cerpen itu mengisahkan seorang sais pedati di desa itu. Pekerjaannya, setiap malam mengantar ikan-ikan segar dari pelabuhan ke pasar-pasar. Selama perjalanan, dia sering membagi-bagi ikan untuk burung-burung yang ia lewati di hutan.
Namun, suatu malam, ketika melewati hutan, dia tak menemukan burung-burung itu. Dia justru bertemu burung yang melemparkan ikan-ikannya sepanjang jalan yang akan dilewati.
Sais itu memaki: derabat!
Apakah cinta itu sederhana? Aku jadi ingat pada seorang perempuan dalam cerita Seno Gumira Ajidarma. Demikian kata perempuan itu:
“Cinta adalah soal yang bisa menjadi pelik, tapi ia juga bisa menjadi begitu sederhana kalau kamu bisa belajar hidup dengan apa adanya…”
Sedap Malam, 2009
Sedap Malam, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar